Halaqah 0 - Pengagungan Terhadap Ilmu
Halaqah
yang pertama dari muqodimah silsilah ilmiah adalah tentang pengagungan terhadap
ilmu bagian pertama !
Telah berkata guru kami yang mulia shaikh Dr. Shaleh bin Abdillah
ibn Hammed Al-Usyaimi Hafizallah dialam muqodimah kitab beliau bahwa banyak
sedikitnya ilmu seseorang adalah sesuai dengan pengagungan dia terhadap ilmu
itu sendiri. Barang siapa yang hatinya penuh dengan pengagungan ilmu, maka hati
tersebut pantas menjadi tempat bagi ilmu tersebut. Sebaliknya barang siapa yang
kurang pengagungannya terhadap ilmu, maka akan semakin berkurang bagiannya.
Kemudian beliau menyebutkan 20 perkara yang merupakan bentuk pengagungan
terhadap ilmu :
Pertama membersihkan tempat ilmu yaitu hati.
Diantara
bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah membersihkan tempat ilmu, apabila hati
kita bersih, maka ilmu akan berkenan masuk, dan semakin bersih, maka semakin
mudah menerima ilmu tersebut, dan hal yang mengotori hati dan menjadikan ilmu
sulit untuk masuk adalah kotoran syahwat dan kotoran syubhat.
Kedua mengikhlaskan niat.
Diantara
bentuk penganggungan ilmu adalah mengikhlaskan niat karena Allah didalam
menuntutnya. Sesuai dengan keikhlasan seseorang, maka dia akan mendapatkan ilmu
dan niat yang ikhlas didalam mencari ilmu adalah apabila niatnya :
- Mengangkat pembodohan dari diri sendiri,
- Mengangkat kebodohan dari orang lain,
- Menghidupkan ilmu dan menjaganya supaya tidak punah, Keempat mengamalkan ilmu.
Ketiga diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah mengumpulkan tekad untuk menuntutnya, meminta pertolongan kepada Allah dan tidak merasa lemah.
Sebagaimana
dalam hadist
احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا
تعجز
“Hendaklah engkau semangat melakukan apa yang bermanfaat untuk
dirimu dan memohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau merasa
lemah” H.R. Muslim.
Dahulu Imam Ahmad bin Hambal ingin keluar dari rumahnya untuk
mengadiri majelis ilmu gurunya sebelum datang waktu subuh dan sebagian mereka
membaca shahih Al-Bukhari kepada gurunya dalam tiga majelis atau dalam tiga
pertemuan. Ini semua menunjukan bagaimana semangat dan tekad para pendahulu
kita didalam menuntut ilmu.
Keempat diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah memusatkan semangat untuk memperlajari Al-Qur’an dan Hadist. Karena inilah asal dari ilmu itu sendiri.
Kelima adalah
menempuh jalan yang benar didalam menuntut ilmu agama.
Orang
yang salah cara didalam menuntut ilmu, maka dia tidak akan mendapatkan
keinginannya atau mendapatkan sedikit disertai rasa lelah yang sangat. Dan cara
yang benar didalam memperalajari satu cabang ilmu :
- Dengan menghafal sebuah matan kitab yang menyeluruh dan dia mengumpulkan perkara-perkara yang rajih atau yang dikuatkan menurut para ulama dibidang tersebut.
- Mepelajari ilmu tersebut dari seseorang yang ahli, yang bisa dijadikan teladan dan dia mampu mengajak.
Keenam mendahulukan
ilmu yang paling penting kemudian yang setelahnya dan setelahnya.
Dan
ilmu yang paling penting adalah ilmu yang berkaitan dengan ibdah seseorang
kepada Allah dan ilmu yang paling penting adalah ilmu yang bekaitan dengan
ubidiyah seseorang kepada Allah ‘Azza Wa Jalla seperti ilmu aqidah, tata cara
wudhu, tata cara sholat dan lain-lain.
Keetujuh bersegera
untuk mendapatkan ilmu dan memanfaatkan waktu muda.
Karna
waktu muda adalah waktu yang emas untuk mempelajari ilmu agama .
Berkata
Al Hasan Al Bashri Rahimahullah :
العلم في الصغر
كالنقش في الحجر
“Menuntut ilmu di waktu kecil seperti mengukir di batu”.
Adapun
apabila sudah tua, maka kebanyakan manusia akan memiliki banyak kesibukan,
pikiran, dan memiliki banyak koneksi. Kalau dia bisa mengatasi itu semua, maka
Insyaallah dia mendapatkan ilmu. Para sahabat nabi shalallahu 'alaihi was salam
dahulu mempelajari agama dan mereka sudah berumur.
Kedelapan pelan-pelan didalam menuntut ilmu, karena menuntut ilmu tidak bisa dilakukan serta merta sekali jalan, tetapi diambil ilmu secara pelan-pelan dengan memulai kitab-kitab yang ringkas, meghafal dan memahami maknanya dan jangan kita memulai menuntut ilmu dengan membaca kitab-kitab yang panjang.
Kesembilan adalah
sabar dalam menuntut ilmu dan menyampaikan ilmu.
Menghafal
membutuhkan kesabaran, memahami membutuhkan kesabaran, menghadiri mejelis ilmu
membutuhkan kesabaran. Demikian juga menjaga haq seorang guru membutuhkan
kesabaran.
Berkata
Yahya ibnu Abi Katsiirin:
لا يُسْتَطَاعُ العلمَ بِرَاحَةِ الجِسْم
“Tidak
didapatkan ilmu dengan badan yang berleha-leha.”
Demikian pula menyampaikan dan mengajarkan perlu kesabaran, duduk
berasa para penuntut ilmu butuh kesabaran, memahamkan mereka butuh kesabaran
demikian pula menghadapi kesalahan-kesalahan mereka perlu kesabaran.
Kesepuluh memperhatikan adab-adap ilmu.
Ilmu
yang bermanfaat didapatkan diantaranya dengan memperhatikan adab dan adab
disini mencakup adab terhadap diri didalam pelajaran, adap terhadap guru, teman
dan lain-lain. Orang yang beradab didalam ilmu berarti dia mengagungkan ilmu,
maka dia dipandang sebagai seorang yang berkahak untuk mendapatkan ilmu
tersebut. Adapun orang yang tidak beradab, maka dikhawatirkan ilmu akan sia-sia
bisa disampaikan kepadanya.
Berkata
Ibnu Siirin:
كانوا يتعلمون الهَدْيَ كما يتعلمون العل
“Dahulu mereka mempelajari adab sebagaimana mereka mepelajari ilmu”
Bahkan
sebagain salaf mendahulukan mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu dan
banyak diantara penuntut ilmu yang tidak mendapatkan ilmu karena dia
menyia-nyiakan adab.
Kesebelas mejaga
ilmu dari apa yang menjelekannya.
Hendaknya
seorang penuntut ilmu menjaga wibawanya karena apa bila dia melakukan sesuatu
yang merusak wibawanya sebagai seorang penuntut ilmu, berarti dia telah
merendahkan ilmu. Seperti terlalu banyak menoleh dijalan, berteman akbarab
dengan orang-orang fasik dan lain-lain.
Keduabelas memilih
teman yang sholeh. Seorang penuntut ilmu perlu teman yang membantu untuk
mendapatkan ilmu dan bersungguh-sungguh.
Teman
yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang tidak baik.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اَلرَّجُلُ
عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَليَنْظُرْ اَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang berada diatas agama teman akrabnya, maka hendaklah salah
seorang diantara kalian melihat dengan siapa dia berteman akrab.” (Hadits
hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud, dan At-Tirmizi).
Muqoidmah
Halaqah
yang keemapat dari silsilah ilmiah halaqah silsilah ilmia terhadap ilmu
diantara perkara yang disebutka oleh guru kami yang mulia Syaikh Shalih bin
Abdillah al-‘Ushaimi hafizhahullah didalam kitab beliau.
Ketigabelas berusaha keras didalam menghafal ilmu bermudzakarah dan bertanya. Belajar dari seorang guru tidak banyak manfaatnya jika tidak menghafal, bermudzakarah dan bertanya. Menghafal berkaitan dengan diri sendiri. Bermudzakarah adalah mengulang kembali bersama teman dan bertanya maksudnya adalah bertanya kepada sang guru.
Berkata
Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah :
حفظنا قليلا وقرأنا كثيرا فانتفعنا بما حفظنا أكثر من انتفاعنا بما
قرأنا
“Kami
menghafal sedikit dan membaca banyak, maka kami mengambil manfaat dari apa yang
kami hafal lebih banyak dari pada apa yang kami baca”.
Dan
dengan mudzakarah akan hidup ilmu didalam jiwa dan dengan bertanya akan terbuka
perbedaharaan ilmu.
Keempatbelas menghormati ahli ilmu.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ليس من أمتي من لم يجلّ كبيرنا ويرحم صغيرنا ويعرف لعالمنا حقه
“Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua
dan menyayangi yang lebih muda dan mengetahui haq bagi seorang ‘aalim”.(Hadist
Hasan Diriwayatkan oleh Imam Ahmad didalam musnad beliau).
Maka seorang murid harus memiliki rasa tawaadhu’u kepada gurunya, menghadap
beliau dan tidak menoleh, menjaga adab berbicara, tidak berlih-lebihan dalam
memuji beliau, mendo’akan beliau, mengucapkan terimakasih kepada beliau atas
pengajaran beliau, menampakan rasa butuhnya terhadap ilmu beliau, tidak
menyakiti beliau dengan ucapan atau perbuatan serta berlemah lembut ketika
mengingatkan kesalahan beliau. Disana ada enam perakara yang harus dia jaga
apabila melihat kesalahan seorang guru.
1. Meneliti terlebih dahulu apakah benar kesalahan tersebut keluar dari seorang guru.
2. Meneliti apakah itu memang sebuah kesalahan dan ini adalah tugas ahlul ‘ilmi.
3. Tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut.
4. Memberikan ‘udzur kepada sang guru dengan alasan yang benar.
5. Memberikan nasehat dengan lembut dan rahasia.
6. Menjaga rahasia kehormatan seorang guru dihapan kaum muslimin yang lain.
1. Meneliti terlebih dahulu apakah benar kesalahan tersebut keluar dari seorang guru.
2. Meneliti apakah itu memang sebuah kesalahan dan ini adalah tugas ahlul ‘ilmi.
3. Tidak boleh mengikuti kesalahan tersebut.
4. Memberikan ‘udzur kepada sang guru dengan alasan yang benar.
5. Memberikan nasehat dengan lembut dan rahasia.
6. Menjaga rahasia kehormatan seorang guru dihapan kaum muslimin yang lain.
Kelimabelas mengembalikan sebuah permasalahan kepada ahlinya. Orang yang mengagungkan ilmu mengembalikan sebuah permasalahan kepada ahli ilmu dan tidak memaksakan dirinya atas sesuatu yang dia tidak mampu, karena dikhwatirkan takut berbicara tanpa ilmu khususnya peristiwa-peristiwa yang besar yang terjadi yang berkaitan dengan umat dan orang banyak.
Mereka para ulama memiliki ilmu dan pengalaman, maka hendaklah kita
husnudzon kepada mereka, dan apa bila ulama berselisih, maka lebih hati-hatinya
seseorang mengambil ucapan mayoritas mereka.
Keenambelas menghormati majelis ilmu dan kitab.
. Hendaklah ketika bermajelis melihat kepada gurunya dan tidak menoleh tanpa keperluan.
. Tidak banyak bergerak dan memainkan tangan dan kakinya.
. Tidak bersandar dihapan seorang guru.
. Tidak bersandar dengan tangannya.
. Tidak berbicara dengan orang yang ada disampingnya
. Dan apabila bersin berusaha untuk merendahkan suaranya.
. Apabila menguap berusaha untuk meredamnya atau menutup denga mulutnya.
. Dan hendaknya juga menjaga kitab dan memuliakannya.
. Tidak menjadikan kitab sebagai tempat simpanan barang-barang.
. Tidak bersandar diatas kitab
. Tidak meletakkan kitab dikakinya
. Apabila membaca kitab dihadapan seorang guru, hendaklah dia mengangkat kitab tersebut dan tidak meletakkan kitab tersebut ditanah.
Ketujubelas membela
ilmu dan membelanya.
Ilmu
memiliki kehormatan yang mengharuskan penuntutnya dan ahlinya untuk membela dan
menolongnya bila ada yang berusaha merusaknya. Oleh karena itu para ulama
membantah orang yang menyimpang bila jelas penyimpangannya dari syari’at,
siapapun dia. Yang demikian untuk menjaga agama dan menasehati kaum muslimin.
Mereka memboikot seorang mubtadi’ yaitu orang yang membuat bid’ah dalam
agama, tidak mengambil ilmu dari mereka kecuali dalam keadaan terpaksa, dan
lain-lain. Semuanya dilakukan untuk menjaga ilmu dan membelanya.
Kedelapanbelas berhati-hati dalam bertanya kepada para ulama.
Seorang
penuntut ilmu hendaknya memperhatikan 4 perkara didalam bertanya:
- Bertanya untuk belajar, bukan ingin mengeyel. Karena orang yang niatnya tidak baik didalam bertanya akan dijauhkan dari berkah ilmu itu sendiri.
- Bertanya tentang sesuatu yang bermanfa’at.
- Melihat keadaan gurunya, Tidak bertanya kepada sang guru apabila guru dalam keadaan tidak kondusif untuk menjawab pertanyaan.
- Memperbaiki cara bertanya, seperti menggunakan kata-kata yang baik, mendo’akan untuk sang guru sebelum bertanya, menggunakan panggilan penghormatan, dan lain-lain.
Kesembilanbelas cinta yang sangat kepada ilmu.
Tidak
mungkin seseorang mencapai derajat ilmu, kecuali apabila kelezatan dia yang
paling besar ada di dalam ilmu. Dan kelezatan ilmu bisa didapatkan dengan 3
perkara:
. Mengeluarkan segenap tenaganya dan kesungguhannya untuk belajar.
. Kejujuran didalam belajar.
. Keikhlasan niat.
. Mengeluarkan segenap tenaganya dan kesungguhannya untuk belajar.
. Kejujuran didalam belajar.
. Keikhlasan niat.
Keduapuluh menjaga
waktu didalam ilmu.
Seorang
penuntut ilmu tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun, menggunakan waktu untuk
ibadah, dan mendahulukan yang afdhal diantara amalan-amalan. Sebagian salaf
dahulu ada yang muridnya membaca kitab kepada beliau sedangkan beliau dalam
keadaan makan, yang demikian adalah untuk menjaga waktunya jangan sampai
tersia-sia dari menuntut ilmu.
Pemateri
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A. di kota Pandeglang
Sumber : Abdullah Roy