Resume Kajian Riyadhush Shalihin (1)
Ahad, 24 Sya'ban 1438 H (21 Mei 2017)
Materi : Kajian Kitab Riyadhush Shalihin Episode 21
Pemateri : Abu Takeru
Tempat : Masjid Al-Furqon UPI Lantai 4
Waktu : 16.30 - 17.30 WIB
BAB 3: Sabar Episode 8
Kita harus sangat bersyukur atas hidayah sunnah yang telah Allaah berikan. Ketika melihat teman-teman kita masih melakukan kemaksiatan, kita benci dengan kemaksiatannya, tapi kita sayang kepada mereka lalu kita do'akan mereka agar diberi hidayah oleh Allaah.
Kalau kita sedang mempelajari hadits, kita harus bersyukur dan ingat dengan surah Ar-Rahman ayat ke-4.
Allaah berfirman,
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
Mengajarnya pandai berbicara. (QS. Ar-Rahman [55]: 4)
Allaah yang telah mengajarkan Nabi ﷺ untuk bicara, dan akhirnya hadits-hadits beliau bisa sampai ke kita.
⏩ Hadits ke-43 (Lanjutan)
✨ Perang Hunain
Boleh pemimpin perang untuk membagikan harta rampasan perang secara rata, boleh juga melebihkan untuk sebagian daripada yang lain. Mungkin pemimpin ini melihat mashlahat.
Shahabat ada yang mengucapkan kalimat, "Sesungguhnya pembagian ini tidak adil."
Saat Nabi ﷺ mendengar kalimat itu, beliau marah dan berkata, "Siapa yang bisa berlaku adil, apabila Allaah dan Rasul-Nya tidak dianggap adil?"
Shahabat ini telah melakukan kekufuran. Dalam syarah Syaikh Utsaimin, tidak dijelaskan rinci bagaimana status Shahabat tersebut. Tetapi kalau ada hal seperti ini, ada dua kemungkinan:
1. Orang ini memang orang munafik
2. Shahabat ini melakukan kekufuran, lalu taubat dengan taubatan nasuha.
Yang jadi pembahasan inti dari hadits ini adalah lafadz terakhir,
"Semoga Allaah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada Musa, karena beliau telah disakiti lebih dari ini, namun beliau bersabar."
Ini terjadi di tahun ke-8 Hijriyah. Dakwah Nabi ﷺ sudah berdakwah sekitar 20 tahun, tapi ternyata masih mengalami celaan atau ejekan seperti ini. Bahkan bukan dari orang yang jauh, melainkan oleh Shahabat beliau sendiri (yang mungkin memang munafik, wallaahu a'lam). Kita yang baru dakwah satu dua tahun, dicela sedikit, langsung tidak sabar.
Jangan aneh apabila ada satu orang yang susah kita dakwahi, tiba-tiba suatu saat ia mendapat hidayah dari Allaah, bahkan memiliki iman lebih dari kita. Hidayah di tangan Allaah. Kita harus selalu bersabar dalam dakwah, walau mendapat ejekan.
🔑 Allaah berfirman,
2. Shahabat ini melakukan kekufuran, lalu taubat dengan taubatan nasuha.
Yang jadi pembahasan inti dari hadits ini adalah lafadz terakhir,
"Semoga Allaah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada Musa, karena beliau telah disakiti lebih dari ini, namun beliau bersabar."
Ini terjadi di tahun ke-8 Hijriyah. Dakwah Nabi ﷺ sudah berdakwah sekitar 20 tahun, tapi ternyata masih mengalami celaan atau ejekan seperti ini. Bahkan bukan dari orang yang jauh, melainkan oleh Shahabat beliau sendiri (yang mungkin memang munafik, wallaahu a'lam). Kita yang baru dakwah satu dua tahun, dicela sedikit, langsung tidak sabar.
Jangan aneh apabila ada satu orang yang susah kita dakwahi, tiba-tiba suatu saat ia mendapat hidayah dari Allaah, bahkan memiliki iman lebih dari kita. Hidayah di tangan Allaah. Kita harus selalu bersabar dalam dakwah, walau mendapat ejekan.
🔑 Allaah berfirman,
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا
وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا ۚ وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ
اللَّهِ ۚ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ
Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustakan, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Dan tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat (ketetapan) Allaah. Dan sungguh, telah datang kepadamu sebagian dari berita rasul-rasul itu. (QS. Al-An'am [6]: 34).
===========
💡 Hadits ke-44
Anas radhiyallaahu'anhu berkata, Rasūlullāh ﷺ bersabda, "Jika Allaah menghendaki kebaikan pada seseorang hamba-Nya, maka Dia mempercepatkan siksanya di dunia. Akan tetapi, jika Allaah menghendaki keburukan pada seseorang hamba-Nya, maka Dia membiarkannya dengan melakukan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan siksanya di hari Kiamat."
Dan Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya besarnya pahala setimpal besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allaah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka Dia akan memberi cobaan kepada mereka. Oleh karena itu, barang siapa yang rela menerimanya, ia akan memperoleh keridhaan dari Allaah dan barang siapa yang marah-marah, maka ia memperoleh kemurkaan Allaah."
(HR. Imam Tirmidzi dan ia mengatakan, "Hadits ini Hadits hasan.").
Kalau Allaah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, ada kemungkinan ia diberi penyakit yang berat, tapi tidak selalu.
Yang paling parah adalah ketika seseorang mendapatkan banyak kenikmatan dunia, nilai-nilai di sekolahnya bagus, banyak orang memuji dirinya, tapi ia sudah tidak merasa apa-apa lagi ketika melakukan kemaksiatan, tidak ada rasa menyesal sama sekali.
Orang yang paling jauh dari Nabi ﷺ adalah orang yang hatinya sudah keras dan tertutup.
Besarnya ujian sebanding dengan besarnya iman. Makanya seringlah berdo'a,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ
(Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. (QS. Ali 'Imran [3]: 8)
===========
💡 Hadits ke-45
"Putera Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu istrinya berkata kepada seluruh keluarganya, 'Jangan dulu kalian memberitahukan kematian anak ini kepada Abu Thalhah, sehingga aku sendiri yang memberitahukannya nanti." Lantas Abu Thalhah datang, kemudian istrinya menyiapkan makan malam untuknya dan ia pun makan dan minum. Selanjutnya sang istri berhias diri dengan hiasan sebaik-baiknya yang belum pernah ia lakukan seperti itu sebelumnya. Selanjutnya, Abu Thalhah menyetubuhi istrinya. Sewaktu istrinya telah mengetahui bahwa suaminya telah kenyang dan selesai menyetubuhinya, ia pun berkata pada Abu Thalhah, 'Bagaimanakah pendapatmu, jika suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, kemudian mereka meminta kembali apa yang dipinjamkannya itu, apakah keluarganya berhak menolak untuk mengembalikannya?' Abu Thalhah menjawab, 'Tidak boleh.' Kemudian istrinya menambahkan, 'Ikhlaskanlah puteramu.' Abu Thalhah pun marah-marah kemudian berkata, 'Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal ini, sehingga setelah aku berlumuran, baru engkau beritahukan kematian anakku kepadaku.'
Ia pun berangkat menghadap Rasūlullāh ﷺ lalu ia menceritakan kejadian tersebut, kemudian Rasūlullāh ﷺ bersabda, 'Semoga Allaah memberikan keberkahan kepada kalian berdua dalam malam kalian.'
Anas radhiyallaahu'anhu berkata, "Kemudian istrinya hamil." Anas radhiyallaahu'anhu melanjutkan, "Rasūlullāh ﷺ sedang dalam bepergian dan Ummu Sulaim itu menyertainya pula. Rasūlullāh ﷺ apabila datang di Madinah dari bepergian (di waktu malam), tidak pernah mendatangi rumah keluarganya malam-malam. Ummu Sulaim tiba-tiba merasa sakit karena hendak melahirkan, maka Abu Thalhah tertahan di tempat tersebut, Sedangkan Rasūlullāh ﷺ berangkat."
Anas melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Abu Thalhah berkata, 'Ya Rabbi, Sesungguhnya Engkaulah Maha Mengetahui bahwa saya ini amat tertarik sekali untuk bepergian bersama-sama Rasūlullāh ﷺ di waktu beliau bepergian dan untuk pulang bersama-sama dengan beliau di waktu beliau pulang. Sesungguhnya saya telah tertahan saat ini sebagaimana Engkau ketahui."
Ummu Sulaim lalu berkata, 'Wahai Abu Thalhah, saya tidak merasakan sakit lagi sebagaimana yang biasanya saya rasakan. Oleh karena itu, berangkatlah!' Dan kami pun berangkat melanjutkan perjalanan. Kemudian Ummu Sulaim merasakan sakit lagi ketika keduanya telah sampai, dan akhirnya ia melahirkan seorang anak lelaki. Ibuku -Ibunda Anas- berkata padaku, 'Hai Anas! Jangan sampai anak itu disusui oleh siapa pun sebelum engkau pergi pagi-pagi membawa anak itu menghadap Rasūlullāh ﷺ.' Di pagi harinya, saya membawa anak tersebut menghadap Rasūlullāh ﷺ. Ia lalu meneruskan kisah hadits ini sampai selesai.
(HR. Muslim 2144)
Di sini ada kesabaran yang besar dari Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah.
Allaah mungkin saja memberi ujian kesabaran dalam menjauhi maksiat, sabar dalam ketaatan, dan sabar dalam menghadapi musibah, kepada satu orang hamba.
Ketika seorang hamba diuji sabar dalam menjauhi maksiat, lalu si hamba ini tidak sabar, ia melakukan maksiat yang seharusnya tidak ia lakukan, Allaah masih membuka pintu taubat.
Nabi Adam, setelah memakan buah yang Allaah larang, Allaah berfirman,
فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima taubatnya. Sungguh, Allaah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah [2]: 37).
Salman Al-Farisi diuji dalam ketaatan. Beliau berjuang dengan sekuat tenaga untuk mencari hidayah. Beliau tidak langsung diberi hidayah.
Zaid ibn 'Amr dalam perjuangan beliau mencari hidayah, walau belum sempat bersyahadat namun Nabi ﷺ bersabda bahwa beliau memiliki dua kedudukan. Dan anaknya, Sa'id ibn Zaid, dijadikan salah satu Shahabat yang dijamin masuk Surga.
Sabar dalam menghadapi musibah, sabar menjauhi maksiat, sabar melakukan ketaatan.
Tidak selalu dalam melakukan ketaatan kita diberikan kekhusyu'an, dalam menjauhi maksiat tidak selalu kita diberi kekuatan. Tapi sabar... Tetap sabar.
Dikutip dari OA Islam Yang Sehat
