Rukun Iman VI - B (Hikmah Iman Pada Qodho dan Qodar)
Bismillaahi wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasuulillaah.
Innal hamdalillaahi nahmaduhuu wa nasta’iinuhuu wa nastaghfiruh. Sungguh, segala puji bagi Allaah. Kita puji Dia, kita mohon pertolongan dan ampunan-Nya. Wa na’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyi-aati a’maalinaa. Kita berlindung kepada Allaah, dari keburukan diri kita, dan dari keburukan amal perbuatan kita.
May yahdihillaahu fa laa mudhillalah. Wa may yudhlil fa laa haadiyalah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allaah, takkan ada seorang pun yang dapat menyesatkan. Dan barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allaah, takkan ada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
Asyhadu al laa ilaaha illallaah. Wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluh. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allaah, dan Nabi Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusan-Nya. Amma ba'du.
Kawan-kawan sebelum membaca materi ini yaitu hikmah beriman kepada takdri, maka ada beberapa hal yang harus disampaikan. Mungkin ada beberapa dari teman-teman yang belum mebaca materi tentang takdir sebelumnya karena ini materi yang sangat penting.
Ditempat kuliah, aktifis-aktifis banyak sekali sudah diberi materi tentang takdir yang engga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh para sahabat Nabi g. Mungkin teman-teman yang belum baca materi sebelumnya tentang takdir sebenarnya yang sesuai pemahan sabahat itu bagai mana ? Karena itu teman-teman bisa membaca materi sebelumnya Iman Kepada Tadir Allah. Jadi kalau sekarang teman-teman ada yang tidak sependapat karena belum membaca materi tentang takdir.
Sekarang akan dibahas beberapa hal dulu. Pertama ajaran sesat yang disepakati kesesatannya oleh para ulama kesesatannya yaitu pertama adalah qadariyah. Dalam mengimani takdir, itu ada tiga kelompok manusia. Pertama adalah kelompok qadariyah. Siapakah qadariyah itu ? Qadariyah ini adalah satu kelompok yang mereka itu tidak menyakini adanya takdir, mereka bilang bahwasannya Allah itu cuma menciptakan, tapi Allah engga mentakdirkan apa-apa. Artinya ketika seseorang melakukan amal sholeh, maka itu bukan takdir dari Allah dan ketika berbuat dosa, maka itu juga bukan takdir dari Allah. Jadi mereka cuma bilang “Allahmah cuma tuhan pencipta, sedangkan yang menentukan takdir adalah diri kita” itu adalah kelompok qadariyah. Dan kita tahu kelompok qadariyah ini kata Nabi ﷺ dalam hadist yang shahih.
Nabi ﷺ bersabda : “Qadariyah itu adalah majusinya umat islam”.
Dari sisi mana samanya sih ? Majusi itu nyembah dua tuhan, karena mereka punya tuhan pencipta kebaikan dan tuhan pencipta keburukan. Tuhan pencipta kebaikannya adalah cahaya dan mereka juga meyakini bahwasannya cahaya itu adalah Allah, karena itu Salman al-Farisi saat dia bersumpah, dulu waktu Salman masih majusi menyembah dua tuhan, saat bersumpah Salman tidak bilang demi cahaya tapi Salman bilangnya demi Allah, karena dalam agama majusi cahaya itu adalah tuhan pencipta kebaikan yaitu Allah, Allah itu cahaya menurut mereka. Majusi ini nyembah dua tuhan yaitu cahaya adalah Allah dan tuhan keburukan yaitu kegelapan. Nah sedangkan qadariyah sama, qadariyah itu bilang bahwasannya Allah itu pencipta kebaikan, sedangkan keburukan atau amal perbuatan manusia itu yang menentukan adalah manusia itu sendiri, bukan Allah. Itu adalah qadariyah, kelompok sesat, jadi mereka bilang kalau ada orang sholeh itu bukan takdir dari Allah, kalau ada orang berbuat dosa itu juga bukan takdir dari Allah. Nah itu kelompok qadariyah, ini jelas kelompok yang sangat sesat, bahkan sebagian ulama bilang ini kelompok qadariyah itu sampai ke derajat kafir.
Kedua kelompok jabariyah. Jabariyah ini mengaku Allah tu menciptakan segala sesuatu, Allah juga mentakdirkan segala sesuatu, betul tapi mereka itu sengaja berbuat maksiat, sengaja berbuat zinah, sengaja mencuri, sengaja membunuh kenapa ? Saat seseorang itu membunuh, misalnya ada orang darijabariyah ini berzinah ditanya “Kenapa kamu berzinah ?” orang jabariyah menjawab : “Saya ga berzinah, tapi Allah yang membuat saya jadi berzinah” dia mencuri kemudian bilang “Saya engga mencuri, tapi Allah yang mentakdirkan saya mencuri” betul Allah yang mentakdirkan, tapi dia salah karena menyalahkan Allah gitu, kita ga boleh berhujjah kepada takdir atas maksiat yang telah kita lakukan atau yang masih kita lakukan.
Ketiga adalah Ahlussunnah. Ahlussunnah mengakui bahwasannya kalau sesuatu itu udah ditakdirin, betul. Ketika ada orang melakukan amal sholeh siapa metakdirkan ? Allah, saat ada seseorang taat kepada Allah siapa yang mentakdirkan ? Allah, saat ada orang yang berzinnah siapa yang mentakdirkan ? Allah juga, tapi berdanya antara ahlussunnah dengan jabariyah, kalau jabariyah tu bilang “oh saya berzinah itu takdir Allah, salah Allah” tapi kalau ahlusunnah bilang “saya berzinah itu takdir Allah, tapi aku yang salah. Karena ga boleh menyalahkan Allah” ada juga sekarang yang bilang “berarti kalau ada orang bermaksiat itu Allah yang mentakdirkan ? Iya. Berarti Allah dong yang salah bukan dia ? Tentu tidak”. Ada pembahsannya di materi Iman Kepada Tadir Allah. Ya ini tiga kelompok bagaimana mengimani takdir, jelas kita harus jadi nomer 3 yaitu ahlusunnah. Ahlusunnah ini menerima segala sesuatu udah ditakdirin, tapi kalau kebaikan kita bersyukur kepada Allah, tapi kalau keburukan maka kita salahi diri kita sendiri.
Dalam membahas takdir kita harus melihat dari dua sudut pandang. Pertama sudut pandang manusia yaitu kita dan yang kedua adalah sudut pandang Allah atau takdir Allah. Maskdunya bagaimana ? Ketika ada seseorang beramal sholeh misalnya dia sedang ada di majelis taklimuntuk menuntut ilmu islam, kalau dilihat dari sudut pandang manusia, maka dia telah melakukan amal sholeh, tapi kalau dilihat dari sudut pandang takdir maka kita bilang “Allah telah mentakdirkan dia beramal sholeh atas kasih sayang Allah rahmatnya”. Abu Takeru sekarang ceramah, maka kalau dilihat dari sudut padang manusia maka beliau ceramah, beramal sholeh dengan ceramah, tapi kalau dilihat dari sudut pandang Allah, Allah mentakdirkan beliau ceramah, Allah yang memeberi kekuatan sehingga beliau berceramah kepada jama’ahnya. Sama juga ketika seseorang berbuat dosa, saat seseorang itu berbuat dosa misalnya namanya A, si A ini berzinah, maka kalau dilihat dari sudut pandang manusia, maka A berzinah. Tapi kalau dilihat dari sudut pandang Allah, maka Allah mentakdirkan A berzinah, tapi ketika Allah mentakdirkan A berzinah apakah Allah salah ? Engga, Allah mentakdirkan A berzinah karena ada keadlilannya, ada hikmahnya dan sangat besar hikmahnya hanya Allah yang tahu, sehingga kenapa ketika Allah mentakdirkan Fir’aun kafir, siapa yang membuat Fir’aun kafir ? Allah, tapi kalau dilihat dari sudut pandang manusia yang salah siapa ? Fir’aun, makanya Fir’aun yang harusnya taubat bukannya Allah yang taubat, ga boleh kita bilang “Allah mentakdirkan Fir’aun kafir, berarti yang salah Allah bukan Fir’aun” bahkan kelompok jabariyah yang tadi dijelaskan sebelumnya bilang “Iblis adalah makhluk Allah yang paling sholeh” wuh kenapa ? Karena Iblis melakukan apa yang Allah takdirkan, Allah takdirkan Iblis menjadi Iblis untuk menyesatkan manusia dan Iblis patuh. Nah ini salah, ga boleh. Coba gini gambarannya kita misalnya lagi berjalan, kemudian dijalan itu banyak duri, maka apa yang akan kita lakukan ? Apah kita akan merem dan bilang “Ah kalau takdirnya aku engga tertusuk da pasti ga tertusuk” akhirnya kita jalan tapi malah tertusuk kaki kita atau kita melek hati-hati supaya kita tidak tertusuk kaki kita. Milih yang ke satu atau yang ke dua ? Yang kedua tentunya. Kalau kita melihat ada duri dijalan, pasti kita ga bakal bilang “Ah gimana takdir aja” engga, pasti kita akan berusaha menjauhi beling-beling tersebut. Nah sama ketika kita dihadapkan dengan suatu dosa misalnya didepan kita ada majalah porno, maka kita ga boleh bilang “Ah kalau Allah takdirkan saya baca majalah porno, maka pasti baca juga ko” ga boleh bilang gitu. Justru kita jauhi majalah porno tersebut karena kita ga mau masuk neraka. Nah gitu, jadi kita boleh berhujjah menyalahkan takdir dalam maksiat yang masih kita lakukan ga boleh. Orang-orang kafir ngomong gimana coba ?
وَقَالُوا لَوْ شَاءَ الرَّحْمَٰنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ ۗ مَا لَهُمْ بِذَٰلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
“Dan mereka berkata: "Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)". Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka”.(Q.S. Az-Zukhruf [43] : 20).
Kata orang-orang kafir “Kalau Allah menghendaki, maka kami ga akan nyembah berhala” katanya begitu. Jadi orang-orang kafir nyembah berhala terus mereka bilang gitu “oh kalau Allah menghendaki kami menyembah dia semata, pasti kami menyembah dia semata” jadi gitu, ga boleh. Orang kafir itu begitu, menyalahkan takdir atas maksiat yang masih dia lakukan. Begitu juga didalam surat yasin Allah berfirman :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنُطْعِمُ مَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ أَطْعَمَهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dan apabila dikatakakan kepada mereka: "Nafkahkanlah sebahagian dari reski yang diberikan Allah kepadamu", maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata”.(Q.S. Yasin [36] : 47).
Ketika orang-orang kafir dikasih tahu berilah makan kepada orang-orang miskin atas reski yang Allah karuniakan kepada kalian. Mereka bilang : “Ah kalau Allah menghendaki, maka Allah akan ngasih makan mereka juga ko” itu dijadikan alasan untuk ga sedekah. Sama orang-orang kafir juga alasan mereka ga masuk islam itu apa ? “Kalau Allah menghendaki, kami ga akan kafir kepada agamu ko ?” ga boleh kita nyalahin takdir atas maksiat yang masih kita lakukan. Adapun kalau maksiat yang sudah kita tobati boleh dan ini juga dalil bahwasannya perbuatan dosa itu takdir dari Allah. Jadi jangan bilang kalau misalnya Hitler telah ngebunuh banyak yahudi tapi emang bener sih. Ada yang bilang “oh itu bukan hitler yang ngebunuh yahudi tapi itu Hitler sendiri yang memilih” engga tapi kita bialangnya gini “Hitler memilih untuk membunuh orang yahudi, Allah juga yang mentakdirkan” gitu. Maka kalau dilihat dari sudut pandang manusia, maka yang salah siapa ? Hitler, tapi kalau dilihat dari sudut pandang Allah, Allah yang mentakdirkan Hitler untuk membunuh tapi inget saat Allah metakdirkan hal itu terjadi, itu pasti penuh hikmah, penuh keadilan dan Allah tidak zalim. Bahkan ada satu hadist, hadist ini masih diperbincangkan sanadnya oleh para ulama namun lihat dari makna hadist ini “Kalau seandainya Allah menyiksa penduduk langit dan bumi semuanya, Allah lakukan itu dan itu bukan suatu kezaliman bagi Allah” iya engga ? Kita kan milik Allah, kalau Allah mau menyiksa kita semua ya Allah ga zalim karena kita milikik Allah ya terserah Allah mau diapain ya ga ? Tapi Allah engga melakukan itu, Allah perbuatannya penuh keadilan, sehingga ada seseorang berbuat dosa kita bilang “Betul, itu Allah yang takdirkan dia berbuat dosa, tapi ga boleh menyalahkan Allah tapi menyalahkan siapa ? Salahkan dia yang berzina”. Saat kita melakukan kebaikan kita kembalikan ke Allah, saat kita melakukan kesalahan, maka kita salahi diri kita walaupun hakekatnya itu adalah takdir dari Allah. Mungkin pembahsannya agak bingung kenapa ? Karena bagi teman-teman yang belum baca materi sebelumnya tentang Iman Kepada Tadir pasti merasa bingung oleh karena itu sangat disarankan untuk membaca materi tersebut.
Sebelumnya siapa yang sampai sekarang masih punya keyakinan bahwasannya seseorang berdosa, itu tu bukan takdir Allah ? Mungkin ada yang berpendapat seperti ini termasuk saya sendiri berpendapat begini “Kalau berbuat dosa itu bukan takdir Allah tapi kesalahan saya sendiri, bukan Allah yang mentkadirkan”. Kalau seseorang berbuat dosa itu takdir dari Allah, sudah disampaikan dalil-dalilnya berserta kesepakatan ulama, berserta hadistnya pada materti Iman Kepada Tadir. Nah ini ada satu hadist, ini adalah dalil bahwasannya ketika seseorang berbuat dosa, maka itu yang mentakdirkan Allah, yaitu hadist yang shahih riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan lalin-lain yaitu Nabi Musa n dengan Nabi Adam n lagi berdepat. Depatnya dimana ? Jangan nanya. Yang jelas ada hadistnya, kita ga usah nanya Nabi Adam n sama Nabi Musa n bedanya jauhtuh berapa ribu tahun. Jangan nanya ini masalah ghaib, ga perlu dipertanyakan sam’ina wa atho’na, udah kita denger hadistnya udah kita percaya, sebarin ke pada yang lain selama hadistnya shahih sampaikan. Ini hadistnya shaih Bukhari, Muslim, Ahmad dan lain-lain. Lihat pada kata Nabi Musa n kepada Nabi Adam n . Nabi Musa n menyalahi Nabi Adam n .
Dari Abu Hurairah k bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda : “Adam dan Musa tengah berdebat di sisi Allah. Namun akhirnya Adam dapat mengalahkan Musa”. Musa berkata : “Kamulah Adam yang telah diciptakan Allah dengan kekuasaan-Nya. Kemudian Allah menghembuskan ruh-Nya. Kemudian Allah menghembuskan ruh-Nya ke dalam dirimu. Setelah itu, Allah memerintahkan semua malaikat-Nya untuk bersujud kepadamu dan Dia menempatkanmu di dalam surga-Nya, tetapi kemudian kamu membuat manusia turun ke bumi karena kesalahanmu”. Adam menjawab : “Kamulah Musa yang telah terplih Allah dengan risalah dan firman-Nya. Allah juga telah memberimu beberapa lembaran yang berisi penjelasan tentang sesuatu dan mendekatkanmu untuk menerima firman-Nya. Berapa tahunkah Allah telah menulis kitab Taurat sebelum aku diciptakan ?”. Musa menjawab : “Empat puluh tahun”. Adam bertanya lagi : “Apakah kamu dapatkan, di dalam Taurat, ayat yang berbunyi : ‘...dan durhakalah Adam kepada Tuhannya serta sesatlah ia’. (Q.S. Thaaha [20] : 121)”. Musa menjawab : “Ya”. Adam bertanya lagi : “Mengapa kamu mencelaku karena suatu perbuatan yang telah ditetapkan Allah Azza wa Jalla empat puluh tahun sebelum Allah b empat puluh tahun sebelum Allah menciptakanku ?”. Rasulullah ﷺ bersabda : “Akhirnya Adam dapat memberikan jawaban kepada Musa”.(H.R. Muslim).
Ini adalah dalil bahwasannya ketika seseorang berbuat dosa, itu terjadi atas takdir Allah b. Kenapa Nabi Adam n seakan-akan menyalahi takdir bukan, Nabi Adam n ga nyalahin takdir, Nabi Adam n cuma bilang “aku makan buah khuldi, salah ku. Nabi Adam n taubat ga ? Udah taubat, di Qur’an bahkan tobatnya Nabi Adam n dimana Allah berfirman :
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”.(Q.S. Al-A’raf [7] : 23).
Nabi Adam n ketika berbuat dosa meyalahi dirinya sendiri, tapi diapun tidak lupa bahwasannya saat dia berbuat dosa, maka itu sudah tidak dirkan sama Allah b. Nabi Adam n yang bilang sendiri yang bilang dalam hadist shahih yah, “Kenapa Musa engkau salahkan aku, akukan makan buah itu udah ditakdirkan oleh Allah” betul makanya Nabi n diem yah betul, kata Nabi ﷺ apa ? “Adam mengalahkan Musa dalam perdebatan” Subhanallah. Ini dalil bahwasannya ketika seseorang berbuat dosa itu Allah b yang takdirkan tapi ga boleh menyalahkan Allah b tapi salahkan diki kita sendiri, kita hanya bo,eh bilang “Saya berbuat dosa itu takdir Allah tapi yang salahmah aku, aku yang pantas disalahkan, aku yang pantas taubat. Itulah kenapa dihari kiamat, ga ada satu orang kafir yang ngomong ke Allah b begini “Ya Allah engkau yang telah menciptakan aku, engkau juga yang udah mentakdirkan aku kafir masa engkau siksa aku di neraka ? Kan semua engkau yang melakukan, engkau yang salah” engga, engga ada satupun orang kafir yang ngomong gitu, bahkan apa yang akan dikatan orang-orang kafir tahu ? Dimana Allah berfirman :
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَىٰ خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ
Mereka menjawab: "Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?".(Q.S. Al-Mu’min [40] : 11).
Walaupun orang-orang kafir tahu bahasannya mereka bermaksiat dengan takdir Allah b, tapi di hari kiamat mereka engga menyalahkan Allah b tapi justru mereka menyalahkan diri mereka sendiri. Lihat sekali lagi saat seseorang berbuat dosa, kalau dilihat dari sudut pandang manusia maka siapa yang salah ? Kita, Manusiayanya yang berbuat dosa. Tapi saat kita melihat dari sudut pandang Allah, maka kita bilang “Allah mentakdirkan orang tersebut bermaksiat pasti ada hikmahnya”.
Contoh : ini adalah contoh bahwasannya dalam kemaksiatan itu ada hikmahnya dan saat Allah mentakdirkan seseorang hamba bebuat dosa, maka hamba itu wajib mengakui dosanya, tapi kalau Allah mentakdirkan hamba itu berdosa bukan berarti Allah itu zalim, tapi dibalik suatu maksiat itu ada hikmah yang sangat dalam, dalam sekali. Yaitu kisah yang Allah sendiri firmankan dalam Qur’an, kisah yang kita tahu dalam salah satu surat yang terindah dalam Al-Qur’an, salah satu surat yang sampai membuat Umar k saat membacanya menangis, salah satu surat yang ketika Aisyah k membacanya menangis, ini adalah surat yang penuh hikmah, sangat dalam kalau seandainya kita mau menghayati isinya, yaitu surat Yusuf. Dimana saudara-saudara Nabi Yusuf k saat mereka berbuat dosa, saudara-saudara Nabi Yusuf k bilang “mari kita masukkan yusuf ke sumur, setelah kita masukkan yusuf kesumur mari kita taubat setlah itu mari kita jadi orang-orang sholeh” itu kemaksiatan atau bukan ? Maksiatan. Sekali lagi saudara Nabi Yusuf k kaka, adik mecemburkan Nabi Yusuf k ke sumur itu merupakan maksiat bukan ? Maksiat. Yang mentakdirkan itu siapa ? Allah. Tapi lihat apa yang terjadi dengan Nabi Yusuf k masuk ke sumur, Nabi Yusuf k kemudian dijual, Nabi Yusuf k kemudian masuk ke istannya Zulaikha istirnya raja Al Aziz kemudian dari situlah Nabi Yusuf k dituduh berzinah. Tuduhan zinah itu maksiat bukan ? Iya maksiat. Zulaikha telah menuduh Nabi Yusuf k berzinah itu adalah kemaksiatan juga. Siapa yang mentakdirkan ? Allah. Tapi lihat apa yang terjadi saat Nabi Yusuf k dipenjara, dipenjara itulah Nabi Yusuf k bisa mendakwahi dua orang, sehingga dua orang yang kafir ini masuk islam. Kalau seandainya Allah b tidak mentakdirkan saudara-saudara Nabi Yusuf itu menceburkannya ke dalam sumur, Insya Allah orang-orang yang ada didalam penjara ga akan masuk islam dan mereka bisa mati dalam kondisi kafir. Inilah takdir Allah. Allah b yang mentakdirkan saudara Nabi Yusuf k menceburkannya ke dalam sumur, Allah b yang mentakdrikan Zulaikha menfitnah Nabi Yusuf k sehingga Nabi Yusuf k masuk penjara, dipenjara itulah dia bisa medakwahi dua orang yang kafir sehingga bisa masuk islam. Setelah 7 tahun dipenjara kemudian dia berdakwah ke Raja Al Aziz. Raja Al Aziz bersama istrinya masuk islam, Allaahu Akbar dan setelah itu Nabi Yusuf k jadi raja kemudian saurada-saudara Nabi Yusuf datang ke Nabi Yusuf k kemudian bilang ”Wahai Yusuf kamilah yang bersalah, ekau sekarang sudah berada diatas kami, kami mengakui dosa-dosa kami” kemudian Nabi Yusuf k bilang : “Tidak ada cela bagi kalian dihari ini, semoga Allah ampuni dosa kalian”. Saat saudara Nabi Yusuf datang ke Nabi Yusuf k , Nabi Yusuf k memaafkan mereka dan mengampuni semua dosa-dosa mereka itu juga jadi hikmah tersendiri.
Maka kita bilang “Allah takdirkan seseorang bermaksiat kalau dari sisi mausia maka manusianya yang salah, tapi kalau dilihat dari sisi Allah apakah Allah salah mentakdirkan orang itu maksiat ? Engga, kalau dilihat dari sudut pandang Allah b justru itu penuh hikmah, keadilan, kebijaksanaan sangat dalam” Allahu Akbar. Makanya kita harus hati-hati dalam membahas takdir ini, ga boleh asal-asalan, ga boleh ikut kelompok-kelompok yang meyimpang dari jaran para sahabat Nabi ﷺ. Kita bilang : “Takdir itu Allah yang mentakdirkan segala sesuatu terjadi, maka aku bermaksiatpun itu takdir Allah, tapi Allahmah ga salah. Aku yang salah” ya itu. Sekali lagi bagi yang ingin lebih pas tentang pembahasan takdir bisa membaca materi Iman Kepada Tadir yang sudah saya tulis sebelumnya. Kalau ga dapet materi ini ga papa asalakan dapet materi takdir yang benar dari yang lain.
Lanjut ke kisah Abu Takeru. Dulu A rizal pun zaman dulu meninggalkan sholat, ga pernah sholat dulu tu, itu terjadi atas takdir Allah bukan ? Iya, tapi yang salah siapa ? A rizal, tapi ada hikmahnya, hikmah dulu meninggalkan sholat adalah beliau tahu kehidupan orang-orang yang ga pernah sholat. Dulu saat beliau ga sholat, beliau dikasih beban berbagai macam kenikmatan lewat orang tua, mainan, makanan apa yang diminta dikasih, tapi beliau ga sholat dan beliau merasakan betapa buruknya hidup dalam kondisi seperti itu. Justru saat beliau seneng sholat, khushu dalam sholat maka banyak yang beliau tinggalkan, kasur ga empuk, tidur dilantai tapi enak, justru di situlah beliau merasakan indahnya hidup saat mulai sholat dan alhamdulillah dari semenjak taubat sampai detik ini semenjak 8 tahun yang lalu taubat dari dosa meninggalkan sholat sampai sekarang semenjang taubat belum pernah minggalkan sholat, alhamdulilah. Beliau bisa menceritakaan ini hikmah bagi orang-orang yang sekarang masih suka meninggalkan sholat lima waktu, maka ketahuilah kalian ga mungkin bahagia, beliaupun pernah merasakan. Ya itu hikmahnya bukan berarti teman-teman jadi ngikut gitu ya “oh beliau pernah ninggalin sholat, ada hikmahnya beliau meninggalkan sholat, yaudah saya juga meniggalkan sholat biar ada hikmahnya” ya engga gitu, dosamah jangan ditiru, tapi kalau emang sudah terjadi dan udah di taubati, maka baru cari hikmahnya. Jangan sapai kita berbuat dosa “Ah ga papa saya lanjutin dosa saya aja, dalam dosa saya pasti mengandung hikmah” ga boleh ngomong kayak gitu, taubat dulu dari dosanya baru ngomong : “Dalam dosa yang ku lakukan dulu tu ada hikmahnya”.
Sekarang akan dibahas hikmah beriman kepada takdir. Tentunya beriman kepada takdir yang sesuai dengan pemahaman sahabat Nabi ﷺ dan Nabi ﷺ. Bukan yang difahami oleh ustad X, ustad Y, ustad Z yang entah dari mana mereka mendapatkannya, mereka hanya mengambil ayat Qur’an yang mereka tafsirkan tanpa menukil ucapan ulama dari sahabat Nabi ﷺ sedikitpun. Abu Takeru pernah membaca satu kitab yang dimana mohon maaf kalau ada temen-temen yang masuk kesini, beliau belajar Hizbut Tahrir, beliau tau dari kitabnya sendiri yang itu kitab Nizham, yaitu kitab yang pertama dipejari oleh orang-orang yang baru belajar Hizbut Tahrir. Beliau membaca kitab tersebut dan terdapat ayat-ayat Qur’an, ditu juga ada hadist, tapi yang penulis tidak sekalipun menukil ucapan ulama dari sahabat maupun tabi’in, tapi yang dia lakukan adalah menggunakan ayat ini, menggunakan hadist ini, menggunakan ayat itu, menggunakan hadist itu untuk mendukung pendapat yang dia pegang. Beliau nanya kepada salah satu anggota yang ikut kepadam Hizbut Tahrir : “Kamu nyadar ga tentang hal ini tentang hal ini ?” orang Hizbut Tahrir itu menjawab : “Iya nyadar, saya juga sekarang baru nyadar ko kenapa di kitab ini ko ga ada ucapan ulama Syafi’i, Hanafi, Hambali, tapi dia itu hanya menulis pendapat dia. Saya taubat dari mehaman ini. Dulu saya berpendapat takdir itu tidak ditepakan oleh Allah, manusialah yang menentukan takdirnya sendiri. Itulah yang dipahami oleh Hizbut Tahri. Tapi sekarang saya sudah berubah, alhamduillah tapi saya ga mau keluar dulu dari HTI” Kata Abu takeru : “Ga papa kalau kamu mau masih di HTI ga papa, asal hal-hal yang ga sesuai dengan Qu’ran, hadist dan pemahan sahabat jauhi”. Beliau beajar langsung, jadi ini bukan fitnah, belau baca langsung bukunya dan terheran kenapa sang penulis ini tidak satupun menulis ucapan ulama dari tabi’in ataupun sahabat, ya pantes aja pemahaman tentang takdrinya berbeda jauh dengan yang dipahami oleh sahabat, pantes.
Sekarang kita akan menggali apa hikmah beriman kepada takdir.
1. Hikmah yang pertama adalah kita akan bertambah imannya.
Kita akan bertambah imannya betul, keimanan kita ini ada dua level sehingga teman-teman harus tahu iman ini bukan gelondongan yang dimana kalau kita engga neglakuin tu langsung hilang semua gitu. Iman kita itu ada dasar iman dan ada juga kesempurnaan iman. Ini dasar iman dan ini kesempurnaan iman, artinya apa ? Kalau orang misalnya ada orang muslim yang dimana dia berzinah, maka kesempurnaan imannya hilang jadi dia hanya punya iman yang pokoknya aja, iman yang pkok. Artinya dia kafir ga kalau dia berzinah ? Engga, kenapa ? Karena dia masih punya iman yang pokok, adapun kalau seseorang itu dia udah masuk islam berarti dia udah punya keimanan yang pokok kemudian dia beramal sholeh, maka naik imannya terus naik imannya terus dia melakukan amal-amal sunnah naik lagi imannya, eh kemudian dia berbuat dosa, maka turun imannya, berbuat dosa lagi, turun lagi imannya terus, kalau dia berbuat dosa terus jadinya hanya punya iman yang pokok. Kalau orang mati hanya punya iman yang pokok, ga punya iman yang lebih dari pokok, maka siap-siap aja neraka walaupun engga selamanya, tapi kalau orang udah habis iman yang bagian atasnya kemudian juga setelah itu dia melakukan amalan yang menghapus iman pokoknya seperti mislanya meninggalkan sholat atau percaya pada sihir atau praktek sihir, maka hilang iman pokoknya, maka ototomatis orang tersebut jadi kafir.
Adapun kalau kita beriman percaya kepada takdrir. Maka saat kita beriman kepada takdri, maka keimanan kita akan naik terus, naik terus aja, makin kita bener keimannya terhadap takdir maka iman kita akan naik terus. Dalilnya apa ? Disurat ke 64 ayat 11 dimana Allah berfirman :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. At-Tagabun [64] : 11).
Teman-teman bisa baca di tafsir Ibu Katsir dan tafsir lain-lainnya maksud beriman kepada Allah disini adalah beriman bahwasannya ada takdir Allah, maka Allah akan memeberi dia hidayah. Dia udah dapet hidayah terus Allah ngasih hidayah yan lain, maka otomatis imannya akan naik terus, makanya sebagian ulama bilang kita ga akan pernah merasakan manisnya iman sampai keimanan kita terhadap tardir tu benar. Makanya initu perlu banget membasan tentang masalah takdir ini.
2. Akan menambah keikhlasan.
Coba bayangin sekarang lagi ngaji dengan suara yang indah atau lagi sholat dengan khusyu sekali, maka seandainya Allah tidak mentakdrikan satu orangpun memuji, maka mau apa gitu ? Sengaja sholatnya khusyu sampai nagis-nagis tapi niatnya ria gitu, kalau seandainya Allah engga mentakdirkan satu orangpun memuji, maka dapetnya apa ? Ga dapet apa-apakan, maka saat kita beriman kepada takdir Allah, takdri kuini tetap Ya Allah kalau seandainya tidak ada yang memuji maka pasti tidak ada yang memuji sebaik apapun ibadahku, tapi kalau seadaninya ada yang memuji sejelek apapun ibadahku, maka pasti ada yang muji, karena itu aku ga perlu memikirkan apa kata orang, akumah hanya perlu memikirkan apa kata engkau mau dipuji mau ga dipuji semua hanya engkau yang tahu, takdirmu engkau yang lebih mengetahui, akumah beramal hanya karena engkau saja ya Allah. Jadi orang yang beriman sama takdir engga perlu lagi ria, karena dia yakin kalau misalnya takdirnya dipuji da pasti dipuji, kalau takdirnya ga dipuji, maka pasti ga dipuji. Jadi gitu terus aja bermala sholeh.
3. Bertambah ketawakalannya kepada Allah.
Dimana Allah berfirman :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.S. Al-Hadid [57] : 22).
Jadi Allah sudah menetapkan qodar (takdir) dimana ? Di kitab Lauhul Mahfuzh, kemudian Allah b mengqodho, apa itu qodho ? Menjadikannya, mewujudkan apa yang ada didalam takdir tersebut diwaktu yang telah Allah b tetapkan. Misal Allah b takdirkan di kitab Lauhul Mahfuzh bahwasannya lima detik lagi saya akan minum air, kemudian saya minum air. Nah saat saya minum air itulah qodho dari Allah b . Apa yang tertulis di kitab Lauhul Mahfuzh namanya apa ? Qadar dan saat Allah b mewujudkan apa yang ditulis dama Lauhul Mahfuzh namanya apa ? Qodho. Allah b telah menulis bahwasannya di qodar itu dihari ini tanggal 3 Dzulhijjah 1436 H orang-orang bakal ngumpul dimejesdji Al-Furqan UPI. Nah saat berkumpulnya di hari itu, maka itulah qodhonya, itulah pelaksanaanya. Dan Allah berfiman : “Ga ada yang terjadi di muka bumi ini maupun pada dirimu kecuali semuanya sudah tertulis di Kitab Lauhul Mahfuzh sebelum Allah melaksanakannya, sesungguhnya itu mudah bagi Allah”, maka kalau kitah sudah meyakini hal ini, ngapain kita takut sama bencana coba. Pergi dari rumah ga perlu takut lagi sama kecelakaan kenapa ? Karena kalau Allah b mentakdirkan celaka, maka akan celaka walau perlengkapan aku banyak, tapi kalau Allah b mentakdirkan aku selamat, maka pasti selamat walaupun aku ga punya perlengkapan apapun. Kita pergi tapi tentunya tetep mejaga syariat ya, pakai baju, pakai sendal, jangan sampai kita keluar ke jalan yang banyak belingnya tanpa sendal sambil bilang : “Kalau Allah mentakdirkan aku celaka, pasti celaka” ga boleh gitu, tetep harus ada ikhtiarnya juga. Tapi kalau kita udah ikhtiar sempurna, maka tinggal jalan aja dan ga usah takut.
Ada sebuah kisah seorang ulama dari nigeria, disalah satu kampung di nigeria ini ada satu mitos ga boleh melakukan safar (perjalanan jauh) dihari sabtu. Namun akhirnya ulama tersebut mau melakukannya karena ulama ini ingin menyelishi keyakinan orang-orang yang ada dikampungnya. Akhinya ulama ini bilang : “Wahai Pa Kepala Suku, semua warga aku ingin melakukan perjalanan safar di hari ini di hari sabtu” Kepalasukunya bilang : “Jangan ! Kalau kamu pergi di hari ini, kamu bakalan celaka lo” Ulama mejawab : “Ga papa, itu cuma tahayul, saya mau berangkat hari sabtu ini untuk pergi safat”. Akhirnya ulama tersebut pergi safar dihari sabtu dan apa yang terjadi ? Kecelakaan, pulang ke kapungnya langsung di bilangin sama kepala sukunya “Tuhkan benerkan, berangkat hari sabtu celaka” Ulama tersebut menjawab : “Pa ini hanya tahayul, Allah metakdirkan aku celaka hari sabtu ini, ini hanya ujian dari Allah dan emang Allah mentakdirkannya di hari sabtu, ga ada dalil bahwasannya dihari sabtu ga boleh berpergian. Itu cuma mitos, itu cuma tahayul, aku ini kena bencana di hari sabtu ini udah takdir dari Allah dan Allah penuh hikmah dalam takadirnya”. Akhirnya ulama tersebut istirahat sampai sembuh, setelah sembuh hati sabtunya lagi berakat lagi, apa yang terjadi ? Celaka lagi dua kali, dibilangin lagi, maka makin menjadi-jadi aja itu mistosnya di kampungtersebut. Tapi ulama ini bilang : “Tidak ada yang membahyakan kami, tidak ada yang menimpa kami kecuali apa yang telah Allah tetapkan terhadap kami.” Ya memang Allah mentakdirkannya hari sabtu ya terserah Allah. Kemduian yang ketiga sama celaka sampai 10 kali, setiap safar celaka terus, tapi tetep iman ulama ini ga goyah, ini terjadi atas izin Allah, takdir Allah dan mitos itu adalah paslu, ga ada dalilnya ga boleh berpergian di hari sabtu. Akhirnya buat yang ke 11 kalinya ulama tersebut berangkat dan ga celaka, 12, 13 terus tiap hari sabtu ga pernah celaka. Subhanallah. Emang kadang-kadang Allah mentakdirkannya sesuai dengan mitos yang dianut sama masyarakat, kenapa ? Untuk menjadi ujian. Contoh di setip hari raya imlek itu terjadi hujan atau grimis. Berdasarkan pengalaman Abu Takeru, setahu beliau selama 21 tahun setiap hari raya imlek tu hujan, kenapa Allah takdirkan begitu ? Ya terserah Allah mentakdirkan gitu, tapi yang jelas Allah menurunkan hujan bukan gara-gara imlek, gitu aja. Karena kalau kita percaya hari imlek tu hari dimana Allah turunkan hujan, maka itu syirik. Kenapa kalau gitu Allah takdirkan pas dihari imlek, ga diahri lain aja ? Ya terserah Allah aja, Allah yang memiliki langit dan bumi, Allah berbuat apa yang dia kehendaki. Jadi teman-teman jangan percaya sama tahayul, kecuali kalau emang yang ada dalilnya seperti kata Nabi ﷺ melarang kita berbekam di hari rabu. Hadist ini shahih. Hari rabu itu hari diturunkan penyakit, tapi yang jelas bukan berbau khasan dimana kita sholat beberapa rakaat istighosah ba’da ashar ngumpul-ngumpul untuk menolak 100 ribu penyakit, ini ga ada dalilnya. Tapi memang ada dalilnya bahwasannya hari rabu merpukan hari dimana kita dilarang untuk berbekam dan juga Nabi ﷺ bersabda : “Kalau malam itu datang, maka tutuplah gelas-gelas, bejana-bejana”.(H.R. Muslim). Kenapa ? Karena dalam satu tahun itu ada satu malam dimana Allah menurunkan penyakit, dimana penyakit itu tidak akan melewati satu apapun wadah, kecuali jika tidak ditutup. Itu memang ada dalilnya dan kita harus percaya kalau memang ada dalilnya. Tapi kalau ga ada dalilnya, maka ga usah dipercaya. Jadi kalau kita sudah percaya sama takdir Allah, maka kita bakalan tawakal Insya Allah.
4. Menjadi semakin takut kepada Allah
Takut kepada su’ul khatimah. Coba banyangin
Nabi ﷺ bersabda : “Sungguh ada seseorang diantara kalian yang beramal hingga jarak antara dia dengan surga itu hanya tinggal satu hasta, tapi karena apa yang telah Allah takdirkan, maka dia di akhir hidupnya melakukan amalan-amalan ahli neraka, akhirnya dia mati dan masuk neraka. Dan ada juga seseorang diantara kalian yang beramal hingga jarak antara dia dengan neraka hanya tinggal satu hasta (dari sikut sampai ujung jari jemari) tapi karena apa yang telah Allah takdirkan di ujung hidupnya ternyata dia melakukan amalan-amalan ahli surga, maka dia mati dan kemudian masuk surga”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Justru dari sinilah kita makin besar rasa takutnya ke Allah, saat kita beramal sholeh banyak, saat kita rajin sholat, rajin ngaji, rajin mentoring hati kita masih tetep takut ya Allah, aku sekarang bisa taat, bisa bemala sholeh padamu, tapi aku ga tahu takdir yang bakalan menimpaku, karena itu ya Allah jagalah aku dalam hidayah. Ketika kita punya rasa takut kepada takdir buruk, maka itu dapet pahala ga ? Dapet, maka saat kita beriman kepada takdir Allah bahwasannya Allah maha kuasa mentakdirkan hal itu terjadi kepada kita, maka saat kita ibadah ga akan jadi sombong, insya Allah kita bakalan beribadah khusyu aja terus sampai mati, kalau sampai mati kita terus tawadhu, maka surga tempat kita Insya Allah dan saat kita berbuat banyak dosa, maka kitapun ga boleh jadi putus asa terhadap rahmat Allah, seperti Nabi Adam n saat dia berbuat dosa, maka dia meyakini bahwasannya ini dosa itu takdir dari Allah, tapi itu adalah kesalahannya tapi dia ga putus asa, yakin bahwasannya takdir Allah penuh hikmah, ada hikmahnya yang besar, justru Nabi Adam n ditakdirkan berbuat dosa, maka Nabi Adam n bisa merasakan indahnya apunan Allah. Kalau Nabi Adam n ga pernah di takdirkan berbuat dosa, maka apakah Nabi Adam n taubat ? Engga, apakah anak cucunya bakalan tahu caranya taubat ? Engga. Mikirnya gini kalau Nabi Adam n egga makan buah “Khuldi” padahal nama buah “Khuldi” itu dari syaitan, bukan dari Allah. Senadainya kalau Nabi Adam n ga makan buah tersebut bisa jadi kita malah yang memakannya, kemudian kita diturunkan kedunia dan ga tahu cara taubat gimana karena kita bukan nabi, maka di bersyukur segala puji hanya milik Allah yang telah mentakdirkan Nabi Adam n berbuat dosa, memakan buah tersebut kemudian Allah takdirkan turun ke bumi, lalu Nabi Adam n taubat. Dari situlah Nabi Adam n mengajarkan anak cucunya bagaimana bertaubat, bagaimana indahnya ampunan dan kasih sayang Allah. Sedangkan keimanan kepada takdir ini kita semakin takut kalau Allah mentakdirkan yang buruk bagi kita dan kitapun tetap berharap, bisa jadi takdir kita itu baik. Sekali lagi lagi takdir itu hanya untuk diimani, kita ga bisa memikirkan takdir terlalu jauh kenapa ? Masalahnya kita ga ngerti takdir, kita ga tahu takdir kita itu apa jadi ga boleh bilang “ Ah Kalau saya takdirnya neraka, maka ya neraka juga tempat saya ko”. saat kita beriman kepada takdir kita semakin takut. Jadi saat kita beribadah dihati kita masih ada rasa takut, takut apa ? Takut walaupun sekarang aku banyak beramal tapi bisa jadi takdir aku jelek, akhirnya kita terus aja beribadah dengan tawadu. Kalau kita beribadah dengan tawadu sampai kita mati Insya Allah masuk surga. Jadi jangan mikirn takdirnya surga atau neraka, kerena kita ga tahu takdir kita, tugas kita bemala sholeh aja yang terbaik supaya kita masuk ke surga Insya Allah. Alhamdulillah. Bagi teman-teman yang belum mendapatkan pembahasan takdir mohon segera dibaca ya di materi Iman Kepada Takdir.
Ditulis oleh Iqbal Ramadhani